Alasan KPK Belum Periksa Mantan Rektor Unair Surabaya

Alasan KPK Belum Periksa Mantan Rektor Unair Surabaya

Fasichul Lisan

Liramedia.co.id, SURABAYA - Sudah setahun lebih sejak dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan Rektor Universitas Airlangga (Unair), Fasichul Lisan belum jua ada kejelasan kapan akan disidangkan. KPK punya alasan terkait lambannya proses penyidikan itu.

Jurubicara KPK, Febridiansyah pernah mengutarakan, bahwa belum diperiksanya Fasihul Lisan karena KPK masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Untuk saat ini, KPK masih melakukan pendalaman dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Untuk pemeriksaan tersangka masih menunggu hasil audit selesai," kata Febridiansyah. 

KPK menetapkan Fasichul Lisan sebagai tersangka pada 30 Maret 2017. Fasich diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unair dengan sumber dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) periode 2007-2010 dan korupsi sarana prasarana pendidikan dengan sumber dana DIPA tahun 2009.

Dalam pembangunan RS Pendidikan Unair, Fasich juga selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Atas perbuatannya, negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp 85 miliar dari total anggaran senilai Rp 300 miliar.

Atas perbuatannya FAS disangka Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 6 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Selain itu, pengungkapan dugaan korupsi tersebut diketahui hasil pengembangan kasus tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin.

Terdapat dua kasus terkait Universitas Airlangga yang disidik dan satu kasus yang diselidik oleh KPK.  Pertama, pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unair tahun 2009 dengan nilai Proyek Rp 305.446.372.000. Perusahaan pemenang adalah perjanjian kerjasama operasi (KSO) antara PT Pembangunan Perumahan (PP) dan Mahkota Negara. Mahkota Negara adalah perusahaan yang dimiliki oleh Nazaruddin. Kerugian negara diperkirakan sekitar Rp85 miliar. 

Kedua, pengadaan alat peralatan kesehatan dan laboratorium rumah sakit tropik infeksi Unair. Perusahaan yang memenangi proyek senilai Rp49,1 miliar tersebut adalah PT. Marell Mandiri, sedangkan yang memenangkan proyek senilai Rp 38,8 miliar adalah PT Buana Ramosari Gemilang.  Kedua perusahaan tersebut merupakan pinjaman Nazaruddin.

Dalam kasus itu, mantan pegawai Nazaruddin yang menjabat sebagai Direktur Marketing Minarsih ditetapkan sebagai tersangka. Kerugian negara diperkirakan Rp17 miliar.

Selain itu KPK juga menyelidiki pengadaan pada rumah sakit Infeksi 2009 proyek Universitas Airangga dengan nilai proyek Rp214 miliar. Perusahan pemenang adalah KSO Duta Graha Indah dan Mega Niaga.  KPK juga tengah menyidik dugaan keterlibatan La Nyalla Matalitti dalam kasus itu. Ia diduga juga melakukan korupsi dalam pengadaan Alkes di RS Unair.

KPK sebelumnya juga pernah menggali keterangan La Nyalla soal dugaan korupsi tersebut. Pada 11 Maret 2015, dia dimintai keterangan terkait proses pemenangan lelang rumah sakit tersebut. Saat itu, La Nyalla berkata, perusahaannya, PT Airlangga Tama melakukan joint operation dengan PT Pembangunan Perumahan di Rumah Sakit Unair sejak tahun 2010. (ins)

Image