- 17:15:42 Eksis! Kodiklat Resimen XIII Yudha Putra Yon 1330 Surabaya Semangat Bagi-bagi Takjil
- 17:11:33 Umat GKJW di Mojosarirejo Pemuda berbagi kasih Takjil dalam aksi paskah
- 20:31:25 PT. Pegadaian Implementasikan Prinsip Ekonomi Syariah Keberlanjutan
- 19:07:28 Kasrem 084/Bhaskara Jaya membacakan Amanat Kepala Staf Angkatan Darat pada Upacara Bendera 17-an.
- 16:35:00 Kepala Staf Korem 084/Bhaskara Jaya Pimpin Apel Gelar Pasukan dalam Rangka Antisipasi Perkembangan Situasi pada Pemilu 2024
- 15:10:04 Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Jawa Timur berpamitan terakhir Tugas di Jawa Timur.
- 21:26:49 Ibadah Syukur Renovasi Gedung Gereja & HUT ke-10 GKJW Jemaat Mojosarirejo.
- 18:51:34 Bulan Bhakti TNI-Polri TA. 2024 digelar Serentak di Wilayah Korem 084/Bhaskara Jaya.
- 20:29:51 Dandim 0830/Surabaya Utara Ikuti Apel Gelar Pengamanan Pemilu Tahun 2024
- 17:04:42 TMMD Ke-119 akan digelar di Gresik dan Pamekasan.
Kutang Suroso
Liramedia.co.id, KEDIRI – Namanya kutang Suroso. Kutang ini menjadi favoritnya sebagian besar lansia yang terkenal sejak zaman revolusi kemerdekaan sampai dengan detik ini.
Bagi simbah-simbah, kutang Suroso ini memiliki keunggulan karena benik, atau kancingnya ada di depan, antara dua payudara. Tidak seperti kutang biasa yang kancingnya ada di punggung.
Bagi sebagian besar simbah, kutang di punggung tidak ranggeh-able. Tidak bisa dijangkau oleh tangan tua. Kalau dipaksakan bisa kecethit. Terkilir. Cederanya bisa serius.
Lho jangankan bagi pemakai lansia, pemakai dewasa saja relatif susah mencobot BH konvensional yang kancingnya di punggung. Harus pakai feeling yang kuat. Membukanya , kadang seriwil buka ATM. Harus pakai password. Lain dengan suroso. Kancingnya kelihatan, di-ninil sedikit....ciluba...terbuka.
Selain kemudahan dalam memakai dan memasang, BH Suroso ini juga tidak bikin bingget karena tidak memakai elastis, karena tiap ukuran sesuai dengan kebutuhan. Jadi tidak dipaksakan. Kalau tidak ngepas ya tidak bisa dipakai.
Lain dengan kutang konvensional yang masih bisa dipaksakan meski ukurannya sudah methethet dan bikin sesak nafas pemakainya, ataupun tampak wagu dari luar karena tarikan yang terlalu kuat dari sabuk pengikat cupnya. Kasihannya pemakainya sehingga daging punggungnya harus dibuat terbelah jurang oleh sabuk kutang itu. Apalagi simbah putri. Nyeri ..nyeri ..nyeri.
Soal kenyamanan, oh jangan ditanya. Adem, isis, nyaman. Terbuat dari katun dengan berbagai warna jadul. Jadi kalau lagi gerah atau sumuk, sirkulasi udara tidak terhambat. Ready kalau Cuma buat wanita karier usia lanjut di pedesaan yang saban harinya menggendong tenggok, kayu bakar, hasil bumi ataupun rumput pakan ternak. Meski hari panas sumelet, tetapi dada silir, adem, isis sinambi kipas-kipas di bawah pohon jambu atau di cakruk. Tidak seperti BH konvensional. Juauh.
Bagaimana dengan harga? Jelas terjangkau. Rata-rata di bawah 25 ribu rupiah. Bandingkan dengan kutang konvensional, apalagi yang branded seperti Trumph (Donal Trumph), Bedhees, Sloggie, Wacaol, dan sejenisnya. Jauh lebih terjangkau untuk rakyat, apalagi lansia.
Biasanya, kami berbelanja kutang ini di pasar Pakem terdekat. Kalau tidak ya ke pasar Bringharjo. Pasti ada. Dahulu, teman yang ada di Luar Jawa, kesulitan untuk mendapatkannya. Padahal ibunya pemakai fanatis produk old ini. Kabar gembiranya, sekarang sudah tersedia di olshop. Jadi untuk yang punya lansia di Indonesia bisa mendapatkannya dengan cara yang mudah.
Kenapa kok saya merasa penting banget mempromosikannya? Karena produk-produk ramah lansia itu sungguh masih jarang di pasaran. Pasar masih bereaksi dingin terhadap inovasi-inovasi yang berpihak pada lansia. Maka, mempomosikan kutang Suroso diharapkan bisa memicu inovasi produk ramah lansia di segala bidang kehidupan dan semoga dicatat sebagai ibadah.
Menurut kesaksian dari Ki Sambang Dalan, bahwa Suroso itu adalah nama Bapak produsen kutang legendaris ini. Kebetulan rumah Ki Sambang tidak jauh dari rumah Pak Suroso. Jadi, Suroso itu adalah nama produsen, bukan nama lainnya.
"Beliau merekrut gadis-gadis dari pedesaan untuk dijadikan pegawainya. Banyak dari pegawai yang gadis-gadis itu dinikahinya, dan selanjutnya diberi modal mesin jahit untuk menjahit kutang," tutur Ki Sambang.
"Setiap periode tertentu, dikirim kain dan peralatan lainnya untuk memproduksi kutang ini yang kemudian dipasarkan ke seluruh pelosok Jawa." (*)
Penulis : Feriawan Agung Nugroho, dilansir dari Henky Chan
- Minggu : 31 Maret 2024
Eksis! Kodiklat Resimen XIII Yudha Putra Yon 1330 Surabaya Semangat Bagi-bagi Takjil
-
- Sabtu : 16 Maret 2024
Umat GKJW di Mojosarirejo Pemuda berbagi kasih Takjil dalam aksi paskah
-
- Selasa : 27 Februari 2024
PT. Pegadaian Implementasikan Prinsip Ekonomi Syariah Keberlanjutan
-
- Senin : 19 Februari 2024
Kasrem 084/Bhaskara Jaya membacakan Amanat Kepala Staf Angkatan Darat pada Upacara Bendera 17-an.
- Selasa : 03 Oktober 2023
Fakultas Ekonomika Bisnis Unesa Menggelar Seminar Statistik
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menggelar Seminar Statistik dengan fokus pada "Penguatan dan Pengenalan Statistik Sektoral dalam Kebijakan Ekonomi"
-
- Minggu : 30 Juli 2023
Kisah Perjuangan Penari Dalam Pentas Teater "Kelambu Aksa" yang Digelar Teater Geo
-
- Selasa : 27 Juni 2023
Pangdam Mayjen Farid Makruf Pimpin Sertijab Pejabat Kodam V Brawijaya
-
- Selasa : 29 November 2022
Babinsa Koramil 0817/13 Ujungpangkah Dampingi Petugas Kesehatan Melaksanakan Fogging