Home culture Jika Lelah Dikuras Orang Lain, Coba Aturan “Biarkan Mereka”

Jika Lelah Dikuras Orang Lain, Coba Aturan “Biarkan Mereka”

31
0

Liramedia – Dahulu, gaya hidupku mirip dengan sebuah spon yang menyerap segala macam perasaan orang-orang di sekelilingku. Kemarahan, kesedihan, frustasi, atau apapun jenisnya, aku mengalaminya seakan mereka adalah perasaanku sendiri.

Apabila seseorang marah, saya merasa berkewajiban untuk mengatasi hal tersebut. Dan apabila terdapat perbedaan pandangan, saya cenderung mempertahankan posisi sendiri.

Dan bila ada orang yang kecewa akibat pilihan hidupnya sendiri, saya merasa bersalah karena tak dapat “menolong” mereka.

Saya tanpa sengaja menganggap tanggung jawab diri untuk menciptakan kenyamanan dan ketenangan emosi bagi orang lain.

Menurut saya itu adalah wujud dari belas kasihan yang murni. Tapi ternyata, kesimpulan saya keliru.

Suatu hari saya menemui kalimat pendek milik Mel Robbins yang secara tak terduga membentur dasar kehidupan saya;

“Biarkan mereka.”

Tiga frasa singkat ini, meskipun mudah, mampu merombak bagaimana saya memandang dan menavigasi kehidupan. Mari biarkan mereka terkejut. Izinkan mereka kesal. Diamkan kemarahan mereka jika berbeda pendapat. Biarkan juga mereka melakukan hal-hal salah. Yang utama adalah: Beri izin pada mereka untuk sepenuhnya bertanggung jawab akan perasaannya sendiri.

Kalimat ini tidak bermaksud mengajak Anda bersikap acuh atau cuek. Sebalinya, hal ini merupakan ajakan agar kita bisa memegang kendali atas emosionalitas diri masing-masing. Agar kita berhenti jadi pihak yang terpengaruh oleh suasana hati orang di sekitar kita. Hal ini berkaitan dengan kebebasan—notabene ketidaktertarikan semata.

Bagi banyak dari kita—terutama yang dibesarkan dalam budaya yang menjunjung tinggi kerukunan dan menghindari konflik—keinginan untuk menyenangkan orang lain begitu dalam tertanam. Kita merasa “bersalah” jika seseorang tidak menyukai kita. Kita merasa “gagal” jika tidak bisa memperbaiki suasana hati orang yang kita cintai.

Namun marilah kita pertimbangkan: seberapa besar tenaga yang kita keluarkan hanya agar setiap orang bahagia? Dan apakah hal tersebut sungguh memberikan hasil?

Sebenarnya, tidak semua orang akan merasa bahagia. Tidak semua orang akan menyetujui hal tersebut. Dan tidak semua orang akan puas—terlepas dari seberapa keras usaha kita. Mengapa kita tidak coba untuk melepaskan dan memulai dengan merawat diri kita sendiri?

Saya sendiri mengalami perubahan ini secara bertahap. Bekerja bertahun-tahun sebagai pendidik, pelatih, hingga pemimpin membuat saya terbiasa berada dalam posisi membantu. Saya terlatih untuk memperbaiki. Namun akhirnya saya menyadari: saya tidak hanya membantu—saya terbakar.

Saya terlalu sering menampung keluh kesah tanpa batas. Terlalu sering menyesuaikan diri agar orang lain merasa nyaman, bahkan saat kenyamanan itu menghancurkan ketenangan saya sendiri. Pada akhirnya, saya kelelahan. Bukan hanya secara fisik, tapi secara batin.

Dan dari sanalah saya mulai menyusun ulang hidup saya, satu batas demi satu batas, dengan satu prinsip utama: Biarkan mereka.

Beberapa waktu lalu, saat memimpin sebuah pelatihan, seseorang di ruang itu mengkritik saya dengan nada yang cukup tinggi di hadapan peserta lain. Dulu, saya akan langsung tersulut. Saya akan tergesa-gesa menjelaskan, mungkin meminta maaf, dan berusaha keras untuk mengembalikan “harmoni” yang hilang.

Namun kali ini, saya hanya diam sejenak, menarik napas, dan berkata dalam hati: Biarkan mereka.

Saya tidak perlu meyakinkan siapa pun. Saya tahu siapa saya, dan saya tahu apa yang saya lakukan berasal dari niat yang baik. Saya memilih untuk tetap tenang. Dan ajaibnya, orang-orang merasakannya. Setelah sesi itu, beberapa peserta mengatakan bahwa energi saya membuat mereka merasa aman dan fokus.

Terkadang, ketenangan kita bisa lebih berpengaruh daripada seribu kata penjelasan.

“Biarkan mereka” bukan berarti kita berhenti peduli. Tapi ini berarti:

Biarkan orang menjalani proses mereka sendiri—bahkan jika itu menyakitkan untuk ditonton.

Biarkan orang tidak setuju dengan Anda—dan Anda tidak perlu membuktikan apa-apa.

Biarkan orang tidak menyukai Anda—dan itu tidak menentukan harga diri Anda.

Izinkan orang untuk mengambil keputusan mereka masing-masing—and izinkan Anda pun memilih kemerdekaan Anda sendiri.

Ini merupakan latihan untuk melepaskan beban emosi yang tidak menjadi bagian dari diri kita.

Agar Anda bisa memulai petualangan ini, coba jalankanlatihan berikut selama 7 hari:

Perhatikan dorongan untuk membenahi sesuatu atau membuat orang lain bahagia. Bilamana Anda mengalami keinginan untuk menstabilkan atmosfer?

Berkhiamatlah sebentar. Ambil nafas dalam-dalam. Buatkah jarak di antara stimulasi dan respon Anda.

Bisikkan pada dirimu sendiri: “Mari biarkan mereka.” Ulangi jika diperlukan.

Tanya kepada dirinya sendiri: “Keperluan apa yang sedang harus terpenuhi sekarang?” Kemudian mulailah untuk mengutamakan kebutuhan diri sendiri.

Respon dari lokasi tersebut. Jangan bertindak secara spontan—ambil keputusan dengan sengaja.

Ini bukan soal bersikap pasif. Melainkan tentang kesadaran. Tidak terbawa arus masalah oranglain lagi, tetapi lebih memilih bertahan dengan kukuh di sela-selanya.

Baru-baru ini, saya menerima pesan dari orang yang sepertinya merasa tidak puas dengan diri saya. Dahulu kala, saya pasti akan memberikan balasan yang detail, mencoba untuk menjelaskan, minta maaf, serta menenangkan mereka. Namun saat ini? Saya lebih memilih untuk duduk tenang, menyeduh segelas teh, kemudian menuangkan isi hati di buku harian.

Saya tidak lagi bertanggung jawab atas cara orang lain memilih untuk merasa. Dan jujur, itu adalah kebebasan yang luar biasa.

Kedewasaan emosional bukan berarti menjadi dingin. Ini berarti menjadi terhubung—dengan diri sendiri. Kita bisa tetap peduli, tetap mencintai, tanpa harus kehilangan batas dan energi kita.

“Biarkan mereka” bukan tentang menyerah. Tapi tentang mempercayai bahwa setiap orang bertanggung jawab atas perjalanannya sendiri. Dan Anda berhak memilih perjalanan yang menjaga ketenangan dan kesehatan batin Anda.

“Saat kamu berhenti menanggung apa yang bukan milikmu, kamu menciptakan ruang untuk menjadi dirimu yang lebih utuh.” – Jeanette Brown

Jika Anda merasa artikel ini menyentuh hati Anda, mungkin ini saatnya untuk mendalami lebih jauh. Dalam kursus daring saya, “Atur Ulang Kompas Hidup Anda,” Anda akan belajar cara:

Mendengarkan suara hati Anda sendiri

Menetapkan batasan sehat tanpa merasa bersalah

Membangun kembali energi dan kejelasan dalam hidup

Menyusun kehidupan yang selaras dengan nilai terdalam Anda

Karena Anda layak untuk berkembang—bukan sekadar bertahan.

Sebarkan artikel ini bila kau merasa jemu jadi tiang pengharapan bagi semua orang lalu berkeinginan untuk mengatur ulang kehidupanmu. Bisa jadi, kamu tidak sendirian dalam mencari ketenangan dengan mantra sakti: Biarkan saja mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here