Home Berita Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

46
0
Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

BREAKING! Lokataru Foundation Guncang Indonesia: Direktur Ditangkap

Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi – Lokataru Foundation kembali menjadi sorotan nasional setelah direktur eksekutifnya, Delpedro Marhaen, ditangkap paksa oleh Polda Metro Jaya pada Senin malam (1/9/2025) dengan tuduhan penghasutan. Organisasi nirlaba yang telah 8 tahun berdiri sebagai benteng perlindungan hak asasi manusia ini kini menghadapi ujian terberat dalam sejarahnya. Penangkapan yang dilakukan sekitar pukul 22.45 WIB di kantor Lokataru di Jalan Kunci Nomor 16, Kayu Putih, Jakarta Timur, menimbulkan gelombang solidaritas dari aktivis HAM di seluruh Indonesia sekaligus mempertanyakan kembali ruang gerak civil society di era demokrasi saat ini.

Sejarah dan Misi Lokataru Foundation: 8 Tahun Berjuang untuk Keadilan

Lokataru Foundation didirikan pada Mei 2017 atas prakarsa sejumlah aktivis hak asasi manusia berpengalaman yang memiliki visi besar untuk memberikan kontribusi nyata dalam pemenuhan dan penegakan HAM sebagai tanggung jawab negara. Organisasi nirlaba yang berbasis di Jakarta ini telah menjelang satu dekade berjejaring dengan banyak elemen masyarakat sipil, menjadikannya sebagai salah satu LSM HAM paling berpengaruh di Indonesia.

Nama “Lokataru” sendiri memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan semangat organisasi ini. Dalam konteks perjuangan HAM, Lokataru Foundation memposisikan diri sebagai jembatan antara masyarakat dan negara dalam mewujudkan perlindungan hak asasi yang komprehensif. Organisasi ini bekerja untuk mewujudkan keterlibatan positif yang kolaboratif dan bermakna antara negara, komunitas, dan sektor swasta berdasarkan nilai-nilai hak asasi manusia.

Sejak berdiri, Lokataru Foundation telah menangani berbagai kasus pelanggaran HAM, mulai dari kriminalisasi aktivis, pelanggaran kebebasan berekspresi, hingga isu-isu struktural yang berkaitan dengan keadilan sosial. Organisasi ini tidak hanya bergerak dalam advokasi kebijakan tetapi juga memberikan bantuan hukum langsung kepada korban pelanggaran HAM.

Pendekatan Lokataru Foundation yang holistik membuatnya menjadi rujukan penting bagi aktivis dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Mereka tidak hanya fokus pada penanganan kasus individual tetapi juga berupaya mengubah sistem dan struktur yang memungkinkan terjadinya pelanggaran HAM secara sistematis.

Profil Kepemimpinan: Dari Haris Azhar hingga Delpedro Marhaen

Kepemimpinan Lokataru Foundation tidak bisa dilepaskan dari sosok-sosok aktivis senior yang telah lama berkiprah di bidang HAM. Haris Azhar, yang dikenal sebagai pendiri Lokataru Foundation, merupakan aktivis HAM veteran yang telah puluhan tahun berpengalaman dalam advokasi hak asasi manusia di Indonesia.

Haris Azhar sendiri memiliki rekam jejak panjang sebagai pembela HAM, mulai dari aktivis mahasiswa hingga menjadi direktur eksekutif Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Pengalaman dan jaringannya yang luas menjadi modal penting dalam membangun Lokataru Foundation sebagai organisasi yang kredibel dan berpengaruh.

Kini, estafet kepemimpinan dipegang oleh Delpedro Marhaen, S.H., M.H., yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lokataru Foundation. Delpedro merupakan aktivis pembela HAM sekaligus peneliti yang memiliki latar belakang hukum yang kuat. Kepemimpinannya menandai fase baru Lokataru Foundation dalam menghadapi tantangan HAM di era digital dan politik kontemporer Indonesia.

Di bawah kepemimpinan Delpedro, Lokataru Foundation semakin aktif dalam menggunakan media sosial dan platform digital untuk menyuarakan isu-isu HAM. Organisasi ini memiliki akun Twitter @lokataru_id dengan 24.2K followers dan aktif sejak Juni 2017, menunjukkan komitmennya dalam memanfaatkan teknologi untuk jangkauan yang lebih luas.

Nurkholis Hidayat, yang menjabat sebagai Deputy Director, juga memegang peran penting dalam operasional organisasi. Sebagai focal point organisasi, Nurkholis bertanggung jawab atas koordinasi dengan berbagai jaringan internasional termasuk UNCAC Coalition.

Kasus-Kasus Besar yang Ditangani: Rekam Jejak Perjuangan

Lokataru Foundation telah menangani berbagai kasus besar yang menjadi perhatian publik nasional. Salah satu kasus paling terkenal adalah pendampingan hukum terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Pada 8 Januari 2024, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dibebaskan dari tuduhan pencemaran nama baik oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Baca Juga:  Tunjangan Naik Kinerja Stagnan Rakyat Makin Geram

Kasus ini bermula dari kritik yang dilontarkan kedua aktivis terhadap kebijakan investasi Indonesia, khususnya terkait dengan peran Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Para akademisi mengecam langkah hukum Luhut sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi, yang menunjukkan betapa vitalnya peran Lokataru Foundation dalam mempertahankan ruang demokrasi Indonesia.

Selain kasus tersebut, Lokataru Foundation juga aktif mendampingi berbagai kasus kriminalisasi aktivis dan pelanggaran kebebasan berekspresi. Organisasi ini pernah menangani kasus kriminalisasi ‘Anarko’ Tangerang dan aktif mengkritisi intimidasi terhadap mahasiswa dan pelajar.

Dalam konteks perlindungan anak, Lokataru Foundation juga konsisten menyuarakan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan hak-hak anak dan remaja. Mereka aktif mengkritisi kasus-kasus di mana anak-anak terlibat dalam konflik dengan hukum atau menjadi korban kekerasan negara.

Rekam jejak penanganan kasus ini menunjukkan konsistensi Lokataru Foundation dalam membela kelompok-kelompok rentan dan memperjuangkan prinsip-prinsip HAM universal. Pendekatan mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah membuat organisasi ini sering berhadapan dengan tekanan politik dan hukum.

Penangkapan Delpedro Marhaen: Kronologi dan Kontroversi Terkini

Pada Senin malam (1/9/2025), dunia aktivisme Indonesia dikejutkan dengan berita penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen. Penangkapan dilakukan sekitar pukul 22.45 WIB oleh tujuh atau delapan polisi dari Sub Direktorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya di kantor Lokataru Foundation di Jalan Kunci Nomor 16, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Seorang saksi mendengar ada yang mengetuk pintu pagar kantor mereka. Orang yang dimaksud saksi mengenakan baju hitam-hitam langsung masuk ke kantor Lokataru. Suasana mencekam tercipta ketika para petugas berpakaian gelap tersebut langsung mencari keberadaan Delpedro Marhaen tanpa memberikan penjelasan yang memadai kepada orang-orang yang ada di kantor.

Petugas membawa berbagai dokumen administrasi termasuk surat penangkapan, namun Delpedro mempertanyakan legalitas dokumen tersebut. Meskipun demikian, ia akhirnya dibawa ke Polda Metro Jaya untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengkonfirmasi penangkapan Delpedro atas dugaan melakukan ajakan, hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar, termasuk anak. Tuduhan ini berkaitan dengan dugaan penyebaran berita bohong yang menimbulkan kerusuhan dan keresahan di tengah masyarakat.

Polisi juga menuduh Delpedro membiarkan anak ikut unjuk rasa tanpa perlindungan, yang dikaitkan dengan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 45A UU ITE. Delpedro sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dengan proses penyelidikan yang dimulai sejak 25 Agustus 2025.

Reaksi dan Solidaritas: Gelombang Dukungan untuk Kebebasan Sipil

Penangkapan Delpedro Marhaen langsung memicu gelombang solidaritas dari berbagai elemen masyarakat sipil Indonesia. Lokataru Foundation menyebut penangkapan ini adalah bentuk kriminalisasi dan ancaman nyata bagi kebebasan sipil serta demokrasi, yang menunjukkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi ruang sipil di Indonesia saat ini.

Berbagai organisasi HAM, akademisi, dan aktivis menyuarakan dukungan mereka melalui media sosial dengan menggunakan tagar solidaritas. Mereka menilai penangkapan ini sebagai bagian dari pola kriminalisasi aktivis yang semakin mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir.

Para pengamat HAM melihat kasus ini dalam konteks yang lebih luas tentang penyempitan ruang gerak masyarakat sipil di Indonesia. Penangkapan aktivis dengan tuduhan penghasutan atau penyebaran kebencian menjadi modus yang semakin sering digunakan untuk membungkam suara-suara kritis.

Solidaritas tidak hanya datang dari kalangan aktivis domestik tetapi juga dari jaringan internasional yang selama ini bekerja sama dengan Lokataru Foundation. Hal ini menunjukkan dampak internasional dari kasus ini terhadap reputasi Indonesia dalam hal perlindungan HAM dan kebebasan sipil.

Lokataru Foundation sendiri melalui media sosialnya terus memberikan update tentang kondisi Delpedro dan menyerukan dukungan publik untuk membebaskannya. Mereka menekankan bahwa Delpedro adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk bersuara, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.

Baca Juga:  1 tersangka Pembunuh Pegawai Bank BUMN Ditangkap di NTT

Dampak terhadap Gerakan HAM Indonesia: Refleksi dan Tantangan

Penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation ini membawa dampak signifikan terhadap gerakan HAM Indonesia secara keseluruhan. Sebagai salah satu organisasi HAM terdepan, tekanan terhadap Lokataru Foundation dapat diinterpretasikan sebagai intimidasi terhadap seluruh ekosistem masyarakat sipil Indonesia.

Pertama, kasus ini mencerminkan tantangan struktural yang dihadapi aktivis HAM dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kekuasaan. Tuduhan penghasutan yang sering digunakan dalam kasus-kasus serupa menunjukkan bagaimana instrumen hukum dapat digunakan untuk membungkam kritik yang sah terhadap kebijakan pemerintah.

Kedua, penangkapan ini terjadi dalam konteks meningkatnya polarisasi politik di Indonesia. Aktivis HAM seringkali ditempatkan dalam posisi yang rentan karena peran mereka sebagai kritikus kebijakan publik, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sensitif seperti kebebasan berekspresi dan hak-hak minoritas.

Ketiga, kasus ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan hukum yang lebih kuat bagi para pembela HAM. Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi dan HAM perlu memastikan bahwa aktivis dapat menjalankan fungsinya tanpa ketakutan akan kriminalisasi atau intimidasi.

Dampak psikologis juga tidak bisa diabaikan. Penangkapan figur penting seperti Delpedro Marhaen dapat menciptakan efek menakutkan (chilling effect) bagi aktivis lain, yang pada akhirnya dapat melemahkan gerakan HAM secara keseluruhan.

Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

Lokataru Foundation di Era Digital: Strategi dan Inovasi

Di era digital saat ini, Lokataru Foundation telah menunjukkan adaptasi yang impressive dalam memanfaatkan teknologi untuk memperkuat gerakan HAM. Organisasi ini memahami bahwa perjuangan HAM modern membutuhkan pendekatan yang lebih inovatif dan dapat menjangkau audiens yang lebih luas melalui platform digital.

Strategi media sosial Lokataru Foundation cukup efektif dalam membangun kesadaran publik tentang isu-isu HAM. Melalui akun Instagram @lokataru_foundation, Twitter @lokataru_id, dan Facebook, mereka secara konsisten menyebarkan informasi tentang pelanggaran HAM, memberikan edukasi hukum, dan memobilisasi dukungan publik untuk kasus-kasus yang mereka tangani.

Penggunaan konten multimedia, infografis, dan video edukatif menjadi salah satu kekuatan Lokataru Foundation dalam mengkomunikasikan isu-isu HAM yang kompleks kepada masyarakat umum. Pendekatan ini terbukti efektif dalam meningkatkan engagement dan partisipasi publik dalam isu-isu HAM.

Dalam konteks dokumentasi dan monitoring pelanggaran HAM, Lokataru Foundation juga memanfaatkan teknologi digital untuk mengumpulkan bukti, melakukan research, dan membangun database kasus yang komprehensif. Hal ini memungkinkan mereka untuk memberikan bantuan hukum yang lebih efektif dan berbasis data.

Namun, penggunaan teknologi digital juga membawa tantangan baru, terutama terkait dengan keamanan digital dan surveillance. Aktivis HAM menjadi target yang rentan terhadap cyber attacks dan monitoring ilegal, yang mengharuskan mereka untuk terus meningkatkan kemampuan digital security.

Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

 

Jaringan dan Kolaborasi: Kekuatan Masyarakat Sipil

Salah satu kekuatan utama Lokataru Foundation terletak pada kemampuannya membangun jaringan yang solid dengan berbagai elemen masyarakat sipil, baik di tingkat nasional maupun internasional. Organisasi ini tercatat sebagai anggota UNCAC Coalition, yang menunjukkan pengakuan internasional terhadap kredibilitas dan kontribusi mereka dalam perjuangan anti-korupsi dan penegakan HAM.

Jaringan domestik Lokataru Foundation mencakup berbagai organisasi HAM, LSM, asosiasi profesi, dan kelompok masyarakat sipil lainnya. Kolaborasi ini memungkinkan mereka untuk mengkoordinasikan respons yang lebih efektif terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM dan membangun pressure yang lebih besar terhadap pemerintah.

Kerjasama dengan akademisi dan peneliti juga menjadi aspek penting dalam kerja Lokataru Foundation. Mereka secara rutin menghasilkan riset dan publikasi tentang kondisi HAM di Indonesia, yang menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, media, dan masyarakat luas.

Dalam konteks internasional, Lokataru Foundation aktif berpartisipasi dalam forum-forum HAM regional dan global. Mereka terlibat dalam proses pelaporan kepada badan-badan HAM PBB dan organisasi internasional lainnya, yang membantu meningkatkan visibility isu HAM Indonesia di tingkat internasional.

Baca Juga:  Seruan Hentikan Pengiriman Senjata ke Israel Menggema di Dunia

Jaringan ini juga menjadi safety net penting dalam menghadapi tekanan politik dan hukum. Ketika Delpedro Marhaen ditangkap, respons solidaritas yang cepat dari berbagai elemen menunjukkan kekuatan jaringan yang telah dibangun Lokataru Foundation selama bertahun-tahun.

Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

Tantangan dan Masa Depan: Melihat ke Depan

Lokataru Foundation saat ini menghadapi tantangan kompleks yang tidak hanya berkaitan dengan kasus penangkapan direkturnya, tetapi juga kondisi umum gerakan HAM di Indonesia. Penyempitan ruang sipil (shrinking civic space) menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh semua organisasi masyarakat sipil, tidak terkecuali Lokataru Foundation.

Tantangan pertama adalah meningkatnya kriminalisasi terhadap aktivis HAM. Penggunaan pasal-pasal karet dalam KUHP dan UU ITE untuk menjerat aktivis menjadi tren yang mengkhawatirkan. Lokataru Foundation harus mengembangkan strategi legal yang lebih sophisticated untuk melindungi anggotanya dan klien yang mereka dampingi.

Tantangan kedua adalah polarisasi politik yang semakin menguat di Indonesia. HAM seringkali dipolitisir dan dijadikan alat untuk menyerang kelompok tertentu, yang membuat kerja organisasi HAM menjadi lebih rumit dan berisiko. Lokataru Foundation perlu mengembangkan narasi yang lebih kuat tentang universalitas HAM dan pentingnya menjaga HAM di atas kepentingan politik sempit.

Tantangan ketiga adalah sustainability organisasi dalam menghadapi tekanan eksternal. Funding, capacity building, dan regenerasi kader menjadi isu krusial yang harus diaddress untuk memastikan keberlanjutan organisasi dalam jangka panjang.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, masa depan Lokataru Foundation tetap menjanjikan jika mereka mampu beradaptasi dengan dinamika yang berkembang. Pemanfaatan teknologi digital, penguatan jaringan internasional, dan inovasi dalam pendekatan advokasi dapat menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang.

Direktur Lokataru Foundation Ditangkap Polisi

 

 Lokataru Foundation sebagai Cermin Demokrasi Indonesia

Perjalanan Lokataru Foundation selama hampir satu dekade mencerminkan dinamika demokrasi Indonesia yang penuh dengan pasang surut. Dari pendiriannya pada Mei 2017 hingga penangkapan Direktur Eksekutifnya pada September 2025, organisasi ini telah menjadi barometer penting kondisi HAM dan kebebasan sipil di Indonesia.

Penangkapan Delpedro Marhaen dengan tuduhan penghasutan mengingatkan kita pada fragilitasnya demokrasi dan pentingnya menjaga ruang bagi masyarakat sipil untuk bersuara. Kasus ini bukan hanya tentang nasib satu organisasi atau satu individu, tetapi tentang masa depan demokrasi Indonesia secara keseluruhan.

Rekam jejak Lokataru Foundation dalam menangani berbagai kasus pelanggaran HAM, dari kasus Haris Azhar hingga pendampingan terhadap korban kriminalisasi, menunjukkan peran vital organisasi masyarakat sipil dalam menjaga checks and balances dalam sistem demokrasi. Tanpa organisasi seperti Lokataru Foundation, kekuasaan akan kehilangan pengawasan yang efektif dari masyarakat.

Adaptasi Lokataru Foundation terhadap era digital dan kemampuannya membangun jaringan yang solid menunjukkan bahwa gerakan HAM Indonesia memiliki potensi untuk terus berkembang meskipun menghadapi tekanan yang semakin besar. Inovasi dalam strategi advokasi dan pemanfaatan teknologi dapat menjadi kunci untuk mempertahankan relevansi dalam menghadapi tantangan masa depan.

Kasus Lokataru Foundation harus menjadi wake-up call bagi semua pihak – pemerintah, masyarakat sipil, dan warga negara – untuk bersama-sama menjaga demokrasi Indonesia. Pemerintah perlu memastikan bahwa ruang sipil tetap terbuka dan aktivis HAM dapat menjalankan perannya tanpa ketakutan. Masyarakat sipil perlu memperkuat solidaritas dan mengembangkan strategi yang lebih efektif dalam menghadapi tantangan. Dan warga negara perlu memahami bahwa HAM adalah hak universal yang harus diperjuangkan bersama.

Mari kita dukung Lokataru Foundation dan organisasi HAM lainnya dalam perjuangan mereka menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak dasar manusia. Ingat, demokrasi yang sehat membutuhkan suara-suara kritis yang berani menyuarakan kebenaran, dan Lokataru Foundation adalah salah satu suara tersebut yang harus terus bergema di bumi Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here