Home Politik Dampak Amnesti pada Hasto Kristiyanto dan Abolisi untuk Tom Lembong, Pakar: Politik...

Dampak Amnesti pada Hasto Kristiyanto dan Abolisi untuk Tom Lembong, Pakar: Politik 2025 Akan Menurun

12
0

Liramedia.co.id– Penghapusan hukuman dan pembebasan bagi terpidana Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong menjadi catatan bagi pengamat Politik Ray Rangkuti. Ia melihat pengampunan tersebut akan membuat situasi politik pada tahun 2025 menjadi lebih tenang.

Berdasarkan pendapat Ray Rangkuti, secara politik pemberian amnesti kepada Hasto dapat memiliki dampak pada dua aspek. Pertama, Prabowo semakin menjauh dari Joko Widodo (Jokowi). Kedua, hubungan Megawati dengan Prabowo akan semakin kuat.

Kemudian, apakah dengan demikian oposisi akan berhenti? Ray menyatakan, ia masih meragukan apakah PDIP akan bergabung dalam koalisi pemerintahan Prabowo.

Menurutnya, hal itu sama saja dengan menghabiskan masa depan yang cerah. Meskipun pengampunan terhadap Hasto dianggapnya membuat PDIP memiliki kewajiban budi pada Prabowo.

“Tetapi mengganti sikap politik mereka karena hal ini, terlalu besar atau tinggi (imbalannya). Risikonya bisa membuat PDIP sendiri terjebak,” katanya saat dihubungi, Sabtu (2/8).

Rai memiliki pandangan bahwa PDIP akan tetap berada di luar koalisi. Namun, akan berubah menjadi oposisi yang lebih moderat. Terutama dalam jangka waktu satu tahun ini. PDIP cenderung akan lebih sering mengendalikan diri.

“Setidaknya, hingga tahun 2025 ini, PDIP akan mengambil jalur yang lebih moderat. Tidak terlalu menonjol sebagai partai yang tidak berkoalisi dengan pemerintah. Akan ada banyak penyesuaian,” katanya.

Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak awal. Isu-isu penting yang mendapat perhatian masyarakat, tidak “dipakai” oleh PDIP. Padahal, isu-isu tersebut berpotensi meningkatkan popularitas dan kecintaan terhadap PDIP.

Sikap ini kemungkinan juga akan ditunjukkan oleh pihak Tom Lembong, yang diketahui merupakan tim pendukung Anies Baswedan dalam pemilu 2024 lalu.

Karena itu, masyarakat tidak perlu kaget jika hingga akhir tahun 2025, politik di Indonesia akan kurang terjadi pertukaran gagasan. Akan sepi dari politik yang ramai. “Paling tidak pada tahun 2025 ini akan menurun. Kedua kekuatan ini sama. Menurun,” katanya.

Baca Juga:  Newcastle Menolak Tawaran Rp 2,4 Triliun dari Liverpool untuk Alexander Isak

Namun, sikap ini diperkirakan tidak akan berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya. Direktur Eksekutif Lingkar Madani mengatakan bahwa pada tahun 2026, secara perlahan PDIP akan mulai menarik garis kembali. Pendirian politik yang berbeda akan lebih ditekankan.

“Dan ini, bukan hanya PDIP, mungkin akan diikuti oleh seluruh partai politik. Akan terus berkembang dan nyata hingga tahun 2029. Tahun yang di mana politik harus mulai lebih tegas, garis batas ditentukan, dan semangat perlu ditegakkan,” katanya.

Apakah Hasto akan memiliki peran dalam pemulihan PDIP tahun depan? Menurutnya, hal tersebut bisa saja terjadi.

Meskipun keputusan mengenai Hasto kembali menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP belum pasti, peran serta pengaruhnya tetap akan besar.

Hasto diperkirakan akan mendampingi Megawati dengan peran yang sama, meskipun dengan pendekatan yang berbeda jika tidak lagi menjabat sebagai sekretaris jenderal.

Pemilahan Antara Pengampunan dan Pencabutan Hukuman Menyulitkan Pemilihan antara Penghapusan Hukuman dan Pengampuan Mengakibatkan Kekaburan Proses Pemilihan Antara Pengampunan dan Pencabutan Hukuman Menimbulkan Kebingungan Kesulitan dalam Memilih Antara Pengampunan dan Pembatalan Hukuman Pemilahan antara Penghapusan Hukuman dan Pengampuan Menyebabkan Kerancuan Pemilihan antara Pengampunan dan Pencabutan Hukum Menimbulkan Ketidakjelasan Proses Pemilihan Antara Pengampunan dan Penghapusan Hukuman Menjadi Rumit Kesulitan dalam Memilih Antara Pengampuan dan Pencabutan Hukum Pemilahan antara Pengampunan dan Pembatalan Hukuman Menyebabkan Kekacauan Pemilihan antara Pengampunan dan Penghapusan Hukuman Menimbulkan Kebingungan

Selanjutnya, lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga menyoroti pemberian pengampunan kepada Hasto serta pencabutan hukuman terhadap Tom Lembong.

Menurutnya, ini agak membingungkan. Hasto diberi pengampunan, sedangkan Tom diberi pembebasan. Tidak dijelaskan alasan pemberian kebijakan pengampunan kepada masing-masing mantan terdakwa ini.

Penghapusan hukuman berarti menghilangkan konsekuensi hukumnya atau pemberian pengampunan oleh presiden. Sementara itu, pembatalan memiliki dampak pada penghentian penuntutan perkara pidana terhadap seseorang.

Baca Juga:  Dua Wajah Asing Ini Jadi Sorotan Bobotoh Usai Persib Kalahkan Tim Elit Australia

Diketahui bahwa Hasto dihukum selama 3,5 tahun penjara oleh pengadilan, dan terhadap putusan tersebut, KPK akan mengajukan banding.

Demikian pula dalam kasus Tom Lembong, Kejaksaan sebelumnya berencana mengajukan banding terhadap putusan pengadilan terhadap mantan menteri tersebut.

Masalahnya, menurut Ray, jika Hasto diberi amnesti, apakah banding yang diajukan oleh KPK secara otomatis akan berhenti?

Karena, berbeda dengan pembatalan hukuman, pengampunan hanya melepaskan seseorang dari hukuman penjara, tetapi tidak menghilangkan tuntutan hukum terhadapnya. Dengan demikian, Hasto mungkin saja mendapatkan pengampunan, namun proses banding dari KPK tidak secara otomatis berhenti.

“Tampaknya, inilah perbedaannya dengan Tom. Pemberian penghapusan hukuman kepada Tom secara otomatis membatalkan rencana banding dari Kejaksaan. Dengan kata lain, tuntutan hukum terhadap Tom dalam bentuk pelanggaran apapun dalam kasus yang sama, sudah tidak bisa lagi dilakukan,” katanya.

“Tetapi bagaimana dengan pengampunan terhadap Hasto? Apakah hal itu secara otomatis mengakhiri seluruh upaya hukum KPK terhadap Hasto? Di sinilah perbedaannya,” tambahnya.

Namun, Ray juga menganggap bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini memiliki sisi positif yang turut memperbaiki model pemidanaan pada masa Jokowi.

Di mana hukum tampaknya hanya tajam terhadap mereka yang kritis dan oposisi, tetapi tumpul terhadap pendukung Jokowi.

Penganiayaan terhadap aktivis kritis sangat sering terjadi pada masa pemerintahan Jokowi, termasuk melalui tindak pidana makar, yang menjadi bagian dari upaya Jokowi mengurangi pengaruh oposisi.

Hukum digunakan sebagai alat untuk menindas lawan politik dengan tuntutan yang di pengadilan terasa sangat dipaksakan. Seperti yang terjadi di pengadilan Tom, atau sebelumnya, terhadap Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat.

Selain itu, momen pemberian pengampunan dan pembatalan hukuman ini seolah menjadi peringatan bagi aparat penegak hukum agar tidak menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan kritik dan oposisi.

Baca Juga:  KA Argo Bromo Anggrek Anjlok di Subang, Evakuasi Masih Berlangsung hingga Sabtu Pagi

KPK contohnya. Diinginkan agar komisi anti korupsi tersebut memperbaiki langkah-langkah mereka yang terlihat cenderung mendukung pemerintah. Demikian pula dengan kepolisian. Lembaga ini juga diminta untuk melakukan perbaikan dan tidak memanfaatkan hukum sebagai alat represi.

Jangan Terburu-buru dalam Pemberian Pengampunan dan Pembatalan

Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah untuk meningkatkan sistem dan budaya hukum di Indonesia. Terutama, para pelaku hukum yang tampaknya secara sistematis dan budaya mengikuti arah pemerintah.

Kepala negara perlu memberikan keluasan kebebasan kepada pelaku hukum agar dapat bertindak secara mandiri, objektif, dan terbuka.

“Presiden harus meninggalkan model penuntutan yang diatur. Tidak memanfaatkan hukum sebagai alat untuk menekan oposisi dan aktivis kritis,” tegasnya.

Selain itu, masyarakat perlu terus memantau dan memberikan batasan jelas kepada presiden agar tidak menggunakan hak pembatalan, pengampunan, atau pembebasan hukuman secara asal-asalan.

Khususnya bagi mereka yang secara sah, meyakinkan, dan terbukti kuat melakukan tindakan korupsi atau suap.

Ray menambahkan, dua kasus ini, amnesti Hasto dan penghapusan hukuman Tom Lembong, tidak boleh digunakan sebagai alasan bagi presiden untuk melakukan hal yang sama terhadap tahanan lain.

“Amnesti, abolisi, dan grasi tidak boleh diberikan secara sembarangan. Ia harus diberikan secara selektif, objektif, dan rasional,” tutupnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here