Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang ditujukan pada berbagai negara mitra dagang, termasuk Kanada, Brasil, India, Indonesia, serta negara lainnya. Informasi ini menjadi salah satu berita yang paling banyak dibaca sepanjang Sabtu (2/8).
Tidak hanya itu, terdapat pula berita mengenai aturan terbaru dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) yang melarang pemberian tantiem, insentif, dan penghasilan tambahan lainnya kepada komisaris BUMN. Berikut ini rangkuman berita terpopuler di Liramedia.co.idBisnis:
Trump Mengubah Tarif Pajak di Beberapa Negara
Dengan perintah eksekutif terbaru, Trump menetapkan pajak baru terhadap beberapa negara. Termasuk di dalamnya, pajak sebesar 35 persen untuk berbagai produk dari Kanada, 50 persen untuk Brasil, 25 persen untuk India, 20 persen untuk Taiwan, dan 39 persen untuk Swiss.
Pemerintah Amerika Serikat juga menyebutkan bahwa masih terdapat kesepakatan perdagangan lain yang sedang dalam proses persiapan. Trump menegaskan tindakan ini penting guna menjaga kepentingan industri manufaktur di dalam negeri.
“Kami telah mencapai beberapa kesepakatan yang sangat baik untuk negara hari ini,” kata Trump sebagaimana dilaporkan Reuters pada Jumat (1/8).
Untuk Kanada, tarif baru tidak hanya berlaku untuk barang umum, tetapi juga untuk produk yang berkaitan dengan isu fentanyl. Tarif barang-barang Kanada yang termasuk dalam kategori tersebut meningkat dari 25 persen menjadi 35 persen karena Amerika Serikat menganggap Kanada “gagal bekerja sama” dalam memerangi peredaran narkotika ilegal.
Meskipun Meksiko terhindar dari rencana tarif 30 persen untuk sebagian besar barang non-otomotif dan non-logam berkat ketentuan Perjanjian Perdagangan AS-Meksiko-Kanada (USMCA). Sekitar 85 persen barang impor AS dari Meksiko memenuhi aturan asal barang USMCA sehingga dikecualikan dari tarif baru.
Namun demikian, Amerika Serikat tetap menerapkan pajak sebesar 50 persen terhadap baja, aluminium, dan tembaga, serta 25 persen untuk kendaraan dari Meksiko dan barang lain yang tidak termasuk dalam USMCA terkait masalah fentanyl.
Di dalam daftar resmi Gedung Putih, tarif untuk negara Asia Selatan ditentukan sebagai berikut:
Afghanistan: 15 persen
Bangladesh: 20 persen
India: 25 persen
Pakistan: 19 persen
Sri Lanka: 20 persen
Di sisi lain, untuk negara-negara ASEAN, tarif yang diterapkan mencakup:
Brunei: 25 persen
Kamboja: 19 persen
Indonesia: 19 persen
Laos: 40 persen
Malaysia: 19 persen
Myanmar: 40 persen
Filipina: 19 persen
Thailand: 19 persen
Vietnam: 20 persen
Singapura: 10 persen
Larangan Tantiem Komisaris BUMN
Danantara menentukan pemberian uang jasa, insentif, dan/atau pendapatan dalam bentuk lainnya kepada Direksi dan Komite Komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta anak perusahaannya.
Bagi anggota Dewan Komisaris BUMN dan perusahaan anak, dilarang menerima tantiem, insentif (insentif kinerja, insentif khusus, insentif jangka panjang) serta atau pendapatan lain yang terkait dengan kinerja perusahaan.
Selain itu, Danantara juga menetapkan pemberian uang jasa kepada direksi hanya dilakukan apabila laporan keuangan disusun secara sebenar-benarnya tanpa ada manipulasi.
Kebijakan ini diatur dalam Surat Edaran (SE) Danantara Indonesia Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 yang berlaku sejak tahun buku 2025. Dalam peraturan tersebut, Komite Direksi BUMN tidak diperbolehkan lagi menerima tantiem maupun insentif kinerja.
Bagi Direksi, pemberian tantiem, insentif (insentif kinerja, insentif khusus, insentif jangka panjang) dan/atau pendapatan lainnya yang terkait dengan kinerja perusahaan hanya dapat diberikan apabila didasarkan pada laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan kinerja yang berkelanjutan.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, kebijakan pencabutan tantiem untuk Dewan Komisaris BUMN merupakan langkah yang tepat.
Pemberian tantiem selama ini telah menjadi kebiasaan di perusahaan milik negara. Dengan demikian, penghapusan hal tersebut dapat menciptakan ruang untuk efisiensi.
“Jadi begitu, itu memang sudah menjadi kebiasaan. Jadi jika dihapuskan, itu memang bagus, karena berarti ada efisiensi di sana,” kata Esther saat dihubungi Liramedia.co.id, Sabtu (2/8).
Meskipun mendukung tindakan efisiensi, Esther mengingatkan bahwa kebijakan tersebut perlu diiringi dengan peningkatan tata kelola agar benar-benar berhasil. Ia menekankan, jika pemberian tunjangan tetap dilakukan, maka harus mencerminkan Indikator Kinerja Utama (KPI) perusahaan.
Dengan demikian, insentif yang diberikan benar-benar berlandaskan pencapaian target kinerja yang dapat diukur dan berkontribusi terhadap kelangsungan bisnis.